Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
Analisis dan pengembangan beserta contohnya :
Hari ini yang menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidak nyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar. Peraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing).
Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik" (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for Humanity atau Ronald McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR. Perusahaan di masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-proyek komunitas, pemberian bea siswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik dimata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial di atas.
Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan(stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
"dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa diatas planet ini. Institusi yang dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama….setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut
Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yaitu suatu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak dibidang "pembangunan berkelanjutan" (sustainable development) yang menyatakan bahwa:
" CSR adalah merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya".
Pelaporan dan pemeriksaan
Untuk menunjukkan bahwa perusahaan adalah warga dunia bisnis yang baik maka perusahaan dapat membuat pelaporan atas dilaksanakannya beberapa standar CSR termasuk dalam hal:
Akuntabilitas atas standar AA1000 berdasarkan laporan sesuai standar John Elkington yaitu laporan yang menggunakan dasar triple bottom line (3BL)
Global Reporting Initiative, yang mungkin merupakan acuan laporan berkelanjutan yang paling banyak digunakan sebagai standar saat ini.
Verite, acuan pemantauan
Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional SA8000
Standar manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14000
Di beberapa negara dibutuhkan laporan pelaksanaan CSR, walaupun sulit diperoleh kesepakatan atas ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam aspek sosial. Smentara aspek lingkungan--apalagi aspek ekonomi--memang jauh lebih mudah diukur. Banyak perusahaan sekarang menggunakan audit eksternal guna memastikan kebenaran laporan tahunan perseroan yang mencakup kontribusi perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan, biasanya diberi nama laporan CSR atau laporan keberlanjutan. Akan tetapi laporan tersebut sangat luas formatnya, gayanya dan metodologi evaluasi yang digunakan (walaupun dalam suatu industri yang sejenis). Banyak kritik mengatakan bahwa laporan ini hanyalah sekedar "pemanis bibir" (suatu basa-basi), misalnya saja pada kasus laporan tahunan CSR dari perusahaan Enron dan juga perusahaan-perusahaan rokok. Namun, dengan semakin berkembangnya konsep CSR dan metode verifikasi laporannya, kecenderungan yang sekarang terjadi adalah peningkatan kebenaran isi laporan. Bagaimanapun, laporan CSR atau laporan keberlanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan di mata para pemangku kepentingannya.
Alasan terkait bisnis (business case) untuk CSR
Skala dan sifat keuntungan dari CSR untuk suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung dari sifat perusahaan tersebut. Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja CSR, walaupun sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara mengukurnya. Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas poin balanced scorecard oleh Deming. Literatur lain misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes[3] yang menemukan suatu korelasi positif walaupun lemah antara kinerja sosial dan lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan. Kebanyakan penelitian yang mengaitkan antara kinerja CSR (corporate social performance) dengan kinerja finansial perusahaan (corporate financial performance) memang menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai bagaimana CSR diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan para pemangku kepentingan global yang mendefinisikan berbagai subjek inti (core subject) dalam ISO 26000 Guidance on Social Responsibility--direncanakan terbit pada September 2010--akan lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan isu-isu di setiap subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur keberhasilan CSR.
Hasil Survey "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra perusahaan & brand image-lah yang akan paling mempengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.
Secara umum, alasan terkait bisnis untuk melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari argumentasi di bawah ini:
Sumberdaya manusia
Program CSR dapat berwujud rekruitmen tenaga kerja dan memperjakan masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan, terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan, terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan, perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang memiliki nilai-nilai progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja yang nyaman di antara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mereka percayai bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya "penyisihan gaji", "penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (volunteering) dalam bekerja untuk masyarakat.
Manajemen risiko
Manajemen risiko merupakan salah satu hal paling penting dari strategi perusahaan. Reputasi yang dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui insiden seperti skandal korupsi atau tuduhan melakukan perusakan lingkungan hidup. Kejadian-kejadian seperti itu dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media massa. Membentuk suatu budaya kerja yang "mengerjakan sesuatu dengan benar", baik itu terkait dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial, maupun lingkungan--yang semuanya merupakan komponen CSR--pada perusahaan dapat mengurangi risiko terjadinya hal-hal negatif tersebut.
Membedakan merek
Di tengah hiruk pikuknya pasar maka perusahaan berupaya keras untuk membuat suatu cara penjualan yang unik sehingga dapat membedakan produknya dari para pesaingnya di benak konsumen. CSR dapat berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari etika perusahaan yang juga merupakan nilai yang dianut masyarakat. Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada dua jenis kegiatan CSR yang bisa mendatangkan keuntungan terhadap merek, yaitu corporate social marketing (CSM) dan cause related marketing (CRM). Pada CSM, perusahaan memilih satu atau beberapa isu--biasanya yang terkait dengan produknya--yang bisa disokong penyebarluasannya di masyarakat, misalnya melalui media campaign. Dengan terus menerus mendukung isu tersebut, maka lama kelamaan konsumen akan mengenali perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang memiliki kepedulian pada isu itu. Segmen tertentu dari masyarakat kemudian akan melakukan pembelian produk perusahaan itu dengan pertimbangan kesamaan perhatian atas isu tersebut. CRM bersifat lebih langsung. Perusahaan menyatakan akan menyumbangkan sejumlah dana tertentu untuk membantu memecahkan masalah sosial atau lingkungan dengan mengaitkannya dengan hasil penjualan produk tertentu atau keuntungan yang mereka peroleh. Biasanya berupa pernyataan rupiah per produk terjual atau proporsi tertentu dari penjualan atau keuntungan. Dengan demikian, segmen konsumen yang ingin menyumbang bagi pemecahan masalah sosial dan atau lingkungan, kemudian tergerak membeli produk tersebut. Mereka merasa bisa berbelanja sekaligus menyumbang. Perusahaan yang bisa mengkampanyekan CSM dan CRM-nya dengan baik akan mendapati produknya lebih banyak dibeli orang, selain juga mendapatkan citra sebagai perusahaan yang peduli pada isu tertentu.
Ijin usaha
Perusahaan selalu berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau peraturan. Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela maka mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari intervensi. Perusahaan yang membuka usaha diluar negara asalnya dapat memastikan bahwa mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup, sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya yang sangat tinggi tidak dipersoalkan.
Motif perselisihan bisnis
Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya bisnis perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama perseroan.
Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan
Semoga Tulisan, gambar, serta vidio yang ada di Blog gw... bermanfaat bagi nusa dan bangsa... oke-oke... hahahaha
Iseng aja

Hahhahahahaha
Minggu, 14 November 2010
Etika dan Pasar Bebas
PASAR BEBAS
Pasar bebas adalah pasar ideal, di mana seluruh keputusan ekonomi dan aksi oleh individu yang berhubungan dengan uang, barang, dan jasa adalah sukarela, dan oleh karena itu tanpa maling.
Ekonomi pasar bebas adalah ekonomi di mana pasar relatif bebas.
Pasar bebas diadvokasikan oleh pengusul ekonomi liberalisme.
PERAN NEGARA DALAM PERDAGANGAN BEBAS
Mimbar Jumat
MUSTAFA KAMAL ROKAN
Ibarat perang, tahun baru 1 Januari 2010 yang baru berlalu adalah awal dipukulnya genderang “perang produk” antar negara yang kita sebut dengan perdagangan bebas (free trade), FTA Asean-China. “Perang produk” itu tidak hanya terjadi antar negara Asean, mulai 1 Januari itu kita harusnya sudah bersiap dengan “gempuran” produk China yang akan “bebas” masuk.
Sebagaimana diketahui, tanggal 29 November 2004 lalu, perjanjian perdagangan bebas Free Trade Agreement (FTA) antara China dan 10 negara angora persatuan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) telah ditandatangani. FTA merupakan kelanjutan dari kesepakatan kerjasama perdagangan internasional yang telah diikuti Indonesia sejak era General Agreement on Tariff and Trade (GATT) tahun 1994.
Adapun inti dari kesepakatan negara-negara penandatangan (ASEAN) dengan China adalah kesepakatan untuk membuka pasar seluas-luasnya antar negara ASEAN dengan negara China . Dengan demikian, produk yang kita miliki akan “bebas” masuk ke negara China dan demikian sebaliknya.
Berlakunya kesepakatan perdagangan bebas melalui komitmen internasional ini dapat dilihat dari dua (2) sisi. Pertama, bahwa keberlakukan perdagangan bebas dapat menjadikan peluang sekaligus tantangan bagi perekonomian kita.
Mengapa? Pasar produk kita justru sangat besar dan luas yang dengan bebas masuk ke negara-negara Asean dan China . Data menunjukkan, pasar China memiliki 1,3 miliar penduduk sedangkan negara Asean memiliki 540 juta jiwa. Sedangkan dari sisi produk domestik bruto (PDB), Asean memiliki 1,5 triliun dolar dan China 4,2 triliun.
Dengan demikian, pasar yang begitu luas menjadi peluang dan tantangan bagi produsen Indonesia untuk ekspansi produk dan mendapatkan keuntungan besar. Kedua, disisi lain, kekhawatiran besar sebagian besar masyarakat khususnya produsen bahkan pengambil kebijakan negeri ini melihat kesiapan kita untuk menghadapi perdagangan bebas.
Dengan berlakunya perjanjian ini, maka Indonesia harus memberlakukan bea masuk nol persen bagi 540 produk. Kekhawatiran ini cukup beralasan mengingat persaingan produk dengan China yang selama ini terjadi menunjukkan kelemahan di pihak kita, alias kita jauh kalah saing dengan mereka. Produk yang kita miliki terutama pada sektor manufaktur telah “tergilas” oleh produk China yang selama ini juga telah mendominasi pasar kita.
Sebut saja pada pasar sepatu, produk Garmen dan pertekstilan sudah “megap-megap” bersaing dengan produk China , padahal belum diberlakukan pasar bebas. Paling tidak terdapat tujuh sektor yang akan sangat terasa berpengaruh dengan perdagangan bebas ini, yakni industri tekstil, alas kaki, pertanian dan baja.(Djimanto, Republika/4/1).
Peran negara dalam perdagangan bebas perspektif Islam
Berbicara tentang hubungan dagang internasional dengan bentuk pasar bebas, sistem kebijakan ekonomi Islam menempatkan asas kemaslahatan sebagai patokannya. Artinya, sejauhmana kepentingan umat (almaslahah al-ammah) terhadap kesepakatan perdagangan internasional yang dilakukan.
Lagi-lagi, dalam konteks negara kita, jika kita “balik” ke belakang, harusnya pemerintah dapat melakukan analisis terhadap kemaslahatan ekonomi masyarakat dari dampak perdagangan bebas. Jika telah disepakati, maka konsekwensi itu harus ditanggung bersama dan tentunya rakyatlah yang sangat menderita jika kemudian gagal.
Pertanyaannya, mengapa baru sekarang pemerintah “mencak-mencak” mohon penundaaan pemberlakuannya? Pada zaman Umar bin Khattab, ketika ahlul harb meminta kaum muslimin agar diizinkan masuk ke negara Islam untuk tujuan dagang dengan imbalan 10 persen dari hasil perdagangan mereka, maka Umar bermusyawarah dengan para sahabat dalam rangka mengkaji dan mengukur tingkat kemaslahatan bagi masyarakat.
Saat itu, permohonan ahlul harb disepakati dengan konsensus oleh Umar dan sahabat karena dianggap bermanfaat untuk umat. Namun, pada kesempatan lain, Umar melakukan kebijakan ekonomi dengan hanya memberikan batasan waktu izin kepada sebagian pedagang dari kaum Nabthi untuk masuk ke pasar Madinah.
Dalam hal inilah, kalimat “masalah” menjadi titik sentral dalam melakukan kebijakan ekonomi internasional. Secara konstitusi (baca UUD 1945) bahwa negara berkewajiban melindungi segenap bangsa dan memajukan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Kata melindungi berarti kewajiban negara untuk memproteksi masyarakat dari kemiskinan dan kemelaratan dan faktor-faktor penyebabnya.
Sedangkan kata memajukan kesejahteraan umum berarti kewajiban pemerintah untuk melakukan memberdayakan ekonomi masyarakat dengan melakukan kebijakan dan mendorong ekonomi yang pro-rakyat. Pada saat ekonomi rakyat mengalami kegoncangan, negara harus tampil melakukan penetrasi pasar dengan melakukan kebijakan ekonomi yang pro-rakyat.
Jikapun ada “anak negeri” yang mampu bersaing hanyalah segelintir orang. Akibat selanjutnya, terjadinya gap (perbedaan) antara sebagian masyarakat yang tergolong mampu dengan sebagian masyarakat yang terlilit dalam lingkar kemiskinan. Dalam kebijakan ekonomi negara, Rasulullah Saw.
Pernah melakukan kebijakan ekonomi ketika hanya terdapat satu golongan yang kaya di negeri itu namun disaat yang sama kemiskinan terjadi dimana-mana. Sebagai kepala negara, Rasulullah mengeluarkan kebijakan ekonomi dengan melakukan penetrasi pasar saat pertama sekali saat menaklukkan bani Nazir dengan cara memberi seluruh kekayaan fa’I yang diperolehnya kepada kaum muhajirin dan Anshar.
Dalam konteks inilah Islam membolehkan intervensi pasar dengan melakukan kebijakan khusus, peran negara dalam pendistribusian itu menjadikan negara pada posisi waliyul amri adh-dhoruri bi syaukah yang mana kewajiban negara untuk melindungi dan memberikan hak dasar dalam hidup bagi masyarakatnya tanpa menghilangkan hukum pasar itu sendiri.
Nah,dalam konteks perdagangan bebas Asean-China, pemerintah harus melakukan upaya komprehensif dalam rangka melindungi masyarakatnya dari kegoncangan ekonomi yang berdampak pada kemiskinan dan kemelaratan. Paling tidak terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah dalam menghadapi FTAChina.
Seperti melakukan penekanan ekonomi biaya tinggi (high cost), pembenahan infrastruktur dan penyediaan energi, pemberian insentif pajak maupun non pajak serta melakukan sistem logistik dan pelayanan publik. Akhirnya, momentum perdagangan bebas ini hendaklah dimaknai secara posistif oleh seluruh stakeholder negeri ini. Bagi pemerintah, saat ini merupakan momentum mewujudkan kebijakan ekonomi yang selama ini belum berpihak kepada rakyat dan sektor ril, sembari memotivasi pelaku usaha untuk melakukan kreativitas dan inovasi untuk dapat bersaing dengan produk luar. Semoga. Amin.
PENERAPAN EKONOMI MIKRO
Ekonomi mikro yang diterapkan termasuk area besar belajar, banyak diantaranya menggambarkan metode dari yang lainnya. Regulasi dan organisasi industri mempelajari topik seperti masuk dan keluar dari firma, inovasi, aturan merek dagang. Hukum dan Ekonomi menerapkan prinsip ekonomi mikro ke pemilihan dan penguatan dari berkompetisi dengan rezim legal dan efisiensi relatifnya. Ekonomi Perburuhan mempelajari upah, kepegawaian, dan dinamika pasar buruh. Finansial publik (juga dikenal dengan ekonomi publik) mempelajari rancangan dari pajak pemerintah dan kebijakan pengeluaran dan efek ekonomi dari kebijakan-kebijakan tersebut (contohnya, program asuransi sosial). Ekonomi kesehatan mempelajari organisasi dari sistem kesehatan, termasuk peran dari pegawai kesehatan dan program asuransi kesehatan. Politik ekonomi mempelajari peran dari institusi politik dalam menentukan keluarnya sebuah kebijakan. Ekonomi kependudukan, yang mempelajari tantangan yang dihadapi oleh kota-kota, seperti gepeng, polusi air dan udara, kemacetan lalu-lintas, dan kemiskinan, digambarkan dalam geografi kependudukan dan sosiologi. Finansial Ekonomi mempelajari topik seperti struktur dari portofolio yang optimal, rasio dari pengembalian ke modal, analisa ekonometri dari keamanan pengembalian, dan kebiasaan finansial korporat. Bidang Sejarah ekonomi mempelajari evolusi dari ekonomi dan institusi ekonomi, menggunakan metode dan teknik dari bidang ekonomi, sejarah, geografi, sosiologi, psikologi dan ilmu politik.
Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_bebas
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=79936:peran-negara-dalam-perdagangan-bebas&catid=33:artikel-jumat&Itemid=98
pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/.../99012-4-566424965624.doc
Pasar bebas adalah pasar ideal, di mana seluruh keputusan ekonomi dan aksi oleh individu yang berhubungan dengan uang, barang, dan jasa adalah sukarela, dan oleh karena itu tanpa maling.
Ekonomi pasar bebas adalah ekonomi di mana pasar relatif bebas.
Pasar bebas diadvokasikan oleh pengusul ekonomi liberalisme.
PERAN NEGARA DALAM PERDAGANGAN BEBAS
Mimbar Jumat
MUSTAFA KAMAL ROKAN
Ibarat perang, tahun baru 1 Januari 2010 yang baru berlalu adalah awal dipukulnya genderang “perang produk” antar negara yang kita sebut dengan perdagangan bebas (free trade), FTA Asean-China. “Perang produk” itu tidak hanya terjadi antar negara Asean, mulai 1 Januari itu kita harusnya sudah bersiap dengan “gempuran” produk China yang akan “bebas” masuk.
Sebagaimana diketahui, tanggal 29 November 2004 lalu, perjanjian perdagangan bebas Free Trade Agreement (FTA) antara China dan 10 negara angora persatuan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) telah ditandatangani. FTA merupakan kelanjutan dari kesepakatan kerjasama perdagangan internasional yang telah diikuti Indonesia sejak era General Agreement on Tariff and Trade (GATT) tahun 1994.
Adapun inti dari kesepakatan negara-negara penandatangan (ASEAN) dengan China adalah kesepakatan untuk membuka pasar seluas-luasnya antar negara ASEAN dengan negara China . Dengan demikian, produk yang kita miliki akan “bebas” masuk ke negara China dan demikian sebaliknya.
Berlakunya kesepakatan perdagangan bebas melalui komitmen internasional ini dapat dilihat dari dua (2) sisi. Pertama, bahwa keberlakukan perdagangan bebas dapat menjadikan peluang sekaligus tantangan bagi perekonomian kita.
Mengapa? Pasar produk kita justru sangat besar dan luas yang dengan bebas masuk ke negara-negara Asean dan China . Data menunjukkan, pasar China memiliki 1,3 miliar penduduk sedangkan negara Asean memiliki 540 juta jiwa. Sedangkan dari sisi produk domestik bruto (PDB), Asean memiliki 1,5 triliun dolar dan China 4,2 triliun.
Dengan demikian, pasar yang begitu luas menjadi peluang dan tantangan bagi produsen Indonesia untuk ekspansi produk dan mendapatkan keuntungan besar. Kedua, disisi lain, kekhawatiran besar sebagian besar masyarakat khususnya produsen bahkan pengambil kebijakan negeri ini melihat kesiapan kita untuk menghadapi perdagangan bebas.
Dengan berlakunya perjanjian ini, maka Indonesia harus memberlakukan bea masuk nol persen bagi 540 produk. Kekhawatiran ini cukup beralasan mengingat persaingan produk dengan China yang selama ini terjadi menunjukkan kelemahan di pihak kita, alias kita jauh kalah saing dengan mereka. Produk yang kita miliki terutama pada sektor manufaktur telah “tergilas” oleh produk China yang selama ini juga telah mendominasi pasar kita.
Sebut saja pada pasar sepatu, produk Garmen dan pertekstilan sudah “megap-megap” bersaing dengan produk China , padahal belum diberlakukan pasar bebas. Paling tidak terdapat tujuh sektor yang akan sangat terasa berpengaruh dengan perdagangan bebas ini, yakni industri tekstil, alas kaki, pertanian dan baja.(Djimanto, Republika/4/1).
Peran negara dalam perdagangan bebas perspektif Islam
Berbicara tentang hubungan dagang internasional dengan bentuk pasar bebas, sistem kebijakan ekonomi Islam menempatkan asas kemaslahatan sebagai patokannya. Artinya, sejauhmana kepentingan umat (almaslahah al-ammah) terhadap kesepakatan perdagangan internasional yang dilakukan.
Lagi-lagi, dalam konteks negara kita, jika kita “balik” ke belakang, harusnya pemerintah dapat melakukan analisis terhadap kemaslahatan ekonomi masyarakat dari dampak perdagangan bebas. Jika telah disepakati, maka konsekwensi itu harus ditanggung bersama dan tentunya rakyatlah yang sangat menderita jika kemudian gagal.
Pertanyaannya, mengapa baru sekarang pemerintah “mencak-mencak” mohon penundaaan pemberlakuannya? Pada zaman Umar bin Khattab, ketika ahlul harb meminta kaum muslimin agar diizinkan masuk ke negara Islam untuk tujuan dagang dengan imbalan 10 persen dari hasil perdagangan mereka, maka Umar bermusyawarah dengan para sahabat dalam rangka mengkaji dan mengukur tingkat kemaslahatan bagi masyarakat.
Saat itu, permohonan ahlul harb disepakati dengan konsensus oleh Umar dan sahabat karena dianggap bermanfaat untuk umat. Namun, pada kesempatan lain, Umar melakukan kebijakan ekonomi dengan hanya memberikan batasan waktu izin kepada sebagian pedagang dari kaum Nabthi untuk masuk ke pasar Madinah.
Dalam hal inilah, kalimat “masalah” menjadi titik sentral dalam melakukan kebijakan ekonomi internasional. Secara konstitusi (baca UUD 1945) bahwa negara berkewajiban melindungi segenap bangsa dan memajukan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Kata melindungi berarti kewajiban negara untuk memproteksi masyarakat dari kemiskinan dan kemelaratan dan faktor-faktor penyebabnya.
Sedangkan kata memajukan kesejahteraan umum berarti kewajiban pemerintah untuk melakukan memberdayakan ekonomi masyarakat dengan melakukan kebijakan dan mendorong ekonomi yang pro-rakyat. Pada saat ekonomi rakyat mengalami kegoncangan, negara harus tampil melakukan penetrasi pasar dengan melakukan kebijakan ekonomi yang pro-rakyat.
Jikapun ada “anak negeri” yang mampu bersaing hanyalah segelintir orang. Akibat selanjutnya, terjadinya gap (perbedaan) antara sebagian masyarakat yang tergolong mampu dengan sebagian masyarakat yang terlilit dalam lingkar kemiskinan. Dalam kebijakan ekonomi negara, Rasulullah Saw.
Pernah melakukan kebijakan ekonomi ketika hanya terdapat satu golongan yang kaya di negeri itu namun disaat yang sama kemiskinan terjadi dimana-mana. Sebagai kepala negara, Rasulullah mengeluarkan kebijakan ekonomi dengan melakukan penetrasi pasar saat pertama sekali saat menaklukkan bani Nazir dengan cara memberi seluruh kekayaan fa’I yang diperolehnya kepada kaum muhajirin dan Anshar.
Dalam konteks inilah Islam membolehkan intervensi pasar dengan melakukan kebijakan khusus, peran negara dalam pendistribusian itu menjadikan negara pada posisi waliyul amri adh-dhoruri bi syaukah yang mana kewajiban negara untuk melindungi dan memberikan hak dasar dalam hidup bagi masyarakatnya tanpa menghilangkan hukum pasar itu sendiri.
Nah,dalam konteks perdagangan bebas Asean-China, pemerintah harus melakukan upaya komprehensif dalam rangka melindungi masyarakatnya dari kegoncangan ekonomi yang berdampak pada kemiskinan dan kemelaratan. Paling tidak terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah dalam menghadapi FTAChina.
Seperti melakukan penekanan ekonomi biaya tinggi (high cost), pembenahan infrastruktur dan penyediaan energi, pemberian insentif pajak maupun non pajak serta melakukan sistem logistik dan pelayanan publik. Akhirnya, momentum perdagangan bebas ini hendaklah dimaknai secara posistif oleh seluruh stakeholder negeri ini. Bagi pemerintah, saat ini merupakan momentum mewujudkan kebijakan ekonomi yang selama ini belum berpihak kepada rakyat dan sektor ril, sembari memotivasi pelaku usaha untuk melakukan kreativitas dan inovasi untuk dapat bersaing dengan produk luar. Semoga. Amin.
PENERAPAN EKONOMI MIKRO
Ekonomi mikro yang diterapkan termasuk area besar belajar, banyak diantaranya menggambarkan metode dari yang lainnya. Regulasi dan organisasi industri mempelajari topik seperti masuk dan keluar dari firma, inovasi, aturan merek dagang. Hukum dan Ekonomi menerapkan prinsip ekonomi mikro ke pemilihan dan penguatan dari berkompetisi dengan rezim legal dan efisiensi relatifnya. Ekonomi Perburuhan mempelajari upah, kepegawaian, dan dinamika pasar buruh. Finansial publik (juga dikenal dengan ekonomi publik) mempelajari rancangan dari pajak pemerintah dan kebijakan pengeluaran dan efek ekonomi dari kebijakan-kebijakan tersebut (contohnya, program asuransi sosial). Ekonomi kesehatan mempelajari organisasi dari sistem kesehatan, termasuk peran dari pegawai kesehatan dan program asuransi kesehatan. Politik ekonomi mempelajari peran dari institusi politik dalam menentukan keluarnya sebuah kebijakan. Ekonomi kependudukan, yang mempelajari tantangan yang dihadapi oleh kota-kota, seperti gepeng, polusi air dan udara, kemacetan lalu-lintas, dan kemiskinan, digambarkan dalam geografi kependudukan dan sosiologi. Finansial Ekonomi mempelajari topik seperti struktur dari portofolio yang optimal, rasio dari pengembalian ke modal, analisa ekonometri dari keamanan pengembalian, dan kebiasaan finansial korporat. Bidang Sejarah ekonomi mempelajari evolusi dari ekonomi dan institusi ekonomi, menggunakan metode dan teknik dari bidang ekonomi, sejarah, geografi, sosiologi, psikologi dan ilmu politik.
Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_bebas
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=79936:peran-negara-dalam-perdagangan-bebas&catid=33:artikel-jumat&Itemid=98
pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/.../99012-4-566424965624.doc
Konflik Karyawan dengan PT Kayan Putra Utama Coal
Perselisihan antara karyawan dengan manajemen perusahaan tempatnya bekerja kerap kali terjadi. Keinginan pihak perusahaan yang tidak sejalan dengan keadaan karyawan seringkali menjadi pemicu, begitu pun sebaliknya.
Besarnya peranan seorang karyawan dalam suatu perusahaan, maka sudah selayaknya setiap perusahaan dapat memberikan jaminan yang layak bagi karyawannya. Baik itu dalam keselamatan kerja maupun dalam pengupahan. Situasi keterbukaan dan kenyamanan kerja menjadi motivasi sehingga dapat semakin mengembangkan keberadaan perusahaan tersebut.
Namun dalam pelaksanaannya konflik antar keduanya seringkali terjadi. Komunikasi sebagai pemecahan jalan terbaik bagi keduanya sulit terlaksana. �Dalam setiap harinya kami selalu menerima pengaduan dari karyawan,� papar Panut perwakilan dari Dinas tenaga kerja Kukar. Sebagian besar delik pengaduan berupa jam lembur dan sistem pembayaran yang tidak tepat waktu dari perusahaan. Namun dengan memfasilitasi pertemuan antar keduanya, yaitu pihak karyawan dan pihak manajemen perusahaan biasanya setiap permasalahan dapat diatasi. �Permasalahan yang masuk dapat diselesaikan dengan jalan damai, dengan kesepakatan bersama yang saling menguntungkan,� katanya.
Namun untuk kasus yang menimpa Minarsih dan Hengky Syam sedikit berbeda. Keduanya mengadukan nasibnya pada Komisi I DPRD, karena menganggap menerima perlakuan yang tidak adil dari perusahaan tempatnya bekerja. Mereka merupakan karyawan PT Kayan Putra Utama Coal, yang telah bekerja sejak tahun 2000 lalu dan bertugas sebagai juru masak. Namun sejak bulan Agustus tahun lalu mereka dimutasikan dari mess Separi I ke mess Separi II. Karena jarak keduanya jauh maka mereka menolak untuk dipindah dan memilih berhenti bekerja. Dengan meminta pesangon dan sisa pembayaran gaji serta uang lembur yang menjadi hak mereka.
Pihak perusahaan tidak dapat menerima begitu saja, karena menganggap keduanya telah mengkir dari kerjaannya. Dengan alasan ketidakdisiplinan sehingga perlu dibina lebih lanjut. �Sebelum mengambil keputusan, terlebih dahulu kami melakukan pembinaan,� kata Erwan Agim Direktur PT Kayan Putra. Dengan alasan bahwa masalah kedisiplinan tidak dapat ditolerir maka perusahaan tidak dapat memenuhi sesuai yang diminta keduanya. Selain itu nilai nominal yang diminta dianggap sangat berlebihan.
Permasalahan ini menjadi panjang dan rumit ketika keduanya saling melaporkan pada pihak yang berwenang. Sampai akhirnya masalah ini mendapat putusan P4D (Penyelesaian Perselisihan Permasalahan Perburuhan Daerah) dari propinsi. Namun belum menghasilkan karena keduanya akan meneruskan ketingkat pusat, karena belum mendapatkan keputusan yang sesuai dengan yang diharapkan.
Ketidak sepahaman antar keduanya yang terus berlarut-larut. Maka Komisi I DPRD bersama manajemen perusahaan, Pengadilan Negeri, kepolisian dan Dinas Tenaga Kerja Kukar memfasilitasi pertemuan antar karyawan dan perusahaan untuk dapat diselesaikan secara kekeluargaan. �Keduanya memiliki itikat baik untuk dapat menyelesaikan dengan musyawarah,� kata Martin Apuy. Maka mengambil jalan tengah yang terbaik bagi keduanya masih terbuka lebar.
Penyelesaiannya :
Akhirnya penantian panjang Minarsih dan Hengky Syam telah berakhir. Setelah lebih dari delapan bulan berjuang untuk mendapatkan haknya, kesepakatan perdamaian antar keduanya telah disepakati. Tuntutan berupa ganti rugi pesangon, kekurangan gaji dan upah lembur yang diminta dapat dipenuhi perusahaan.
Walaupun tidak sebesar tuntutan semula, namun dengan dipenuhinya hak mereka sebesar Rp 14 juta untuk masing-masing karyawan. Kesepakatan ini membuat lega kedua belah pihak, PT PT Kayan Putra dengan karyawannya Minarsih dan Hengky. �Kami menerima kesepakatan ini, pada dasarnya kami ingin menempuh upaya damai,� papar Minarsih. (pwt)
Referensi :
http://www.dprdkutaikartanegara.go.id/bacawarta.php?id=436
Besarnya peranan seorang karyawan dalam suatu perusahaan, maka sudah selayaknya setiap perusahaan dapat memberikan jaminan yang layak bagi karyawannya. Baik itu dalam keselamatan kerja maupun dalam pengupahan. Situasi keterbukaan dan kenyamanan kerja menjadi motivasi sehingga dapat semakin mengembangkan keberadaan perusahaan tersebut.
Namun dalam pelaksanaannya konflik antar keduanya seringkali terjadi. Komunikasi sebagai pemecahan jalan terbaik bagi keduanya sulit terlaksana. �Dalam setiap harinya kami selalu menerima pengaduan dari karyawan,� papar Panut perwakilan dari Dinas tenaga kerja Kukar. Sebagian besar delik pengaduan berupa jam lembur dan sistem pembayaran yang tidak tepat waktu dari perusahaan. Namun dengan memfasilitasi pertemuan antar keduanya, yaitu pihak karyawan dan pihak manajemen perusahaan biasanya setiap permasalahan dapat diatasi. �Permasalahan yang masuk dapat diselesaikan dengan jalan damai, dengan kesepakatan bersama yang saling menguntungkan,� katanya.
Namun untuk kasus yang menimpa Minarsih dan Hengky Syam sedikit berbeda. Keduanya mengadukan nasibnya pada Komisi I DPRD, karena menganggap menerima perlakuan yang tidak adil dari perusahaan tempatnya bekerja. Mereka merupakan karyawan PT Kayan Putra Utama Coal, yang telah bekerja sejak tahun 2000 lalu dan bertugas sebagai juru masak. Namun sejak bulan Agustus tahun lalu mereka dimutasikan dari mess Separi I ke mess Separi II. Karena jarak keduanya jauh maka mereka menolak untuk dipindah dan memilih berhenti bekerja. Dengan meminta pesangon dan sisa pembayaran gaji serta uang lembur yang menjadi hak mereka.
Pihak perusahaan tidak dapat menerima begitu saja, karena menganggap keduanya telah mengkir dari kerjaannya. Dengan alasan ketidakdisiplinan sehingga perlu dibina lebih lanjut. �Sebelum mengambil keputusan, terlebih dahulu kami melakukan pembinaan,� kata Erwan Agim Direktur PT Kayan Putra. Dengan alasan bahwa masalah kedisiplinan tidak dapat ditolerir maka perusahaan tidak dapat memenuhi sesuai yang diminta keduanya. Selain itu nilai nominal yang diminta dianggap sangat berlebihan.
Permasalahan ini menjadi panjang dan rumit ketika keduanya saling melaporkan pada pihak yang berwenang. Sampai akhirnya masalah ini mendapat putusan P4D (Penyelesaian Perselisihan Permasalahan Perburuhan Daerah) dari propinsi. Namun belum menghasilkan karena keduanya akan meneruskan ketingkat pusat, karena belum mendapatkan keputusan yang sesuai dengan yang diharapkan.
Ketidak sepahaman antar keduanya yang terus berlarut-larut. Maka Komisi I DPRD bersama manajemen perusahaan, Pengadilan Negeri, kepolisian dan Dinas Tenaga Kerja Kukar memfasilitasi pertemuan antar karyawan dan perusahaan untuk dapat diselesaikan secara kekeluargaan. �Keduanya memiliki itikat baik untuk dapat menyelesaikan dengan musyawarah,� kata Martin Apuy. Maka mengambil jalan tengah yang terbaik bagi keduanya masih terbuka lebar.
Penyelesaiannya :
Akhirnya penantian panjang Minarsih dan Hengky Syam telah berakhir. Setelah lebih dari delapan bulan berjuang untuk mendapatkan haknya, kesepakatan perdamaian antar keduanya telah disepakati. Tuntutan berupa ganti rugi pesangon, kekurangan gaji dan upah lembur yang diminta dapat dipenuhi perusahaan.
Walaupun tidak sebesar tuntutan semula, namun dengan dipenuhinya hak mereka sebesar Rp 14 juta untuk masing-masing karyawan. Kesepakatan ini membuat lega kedua belah pihak, PT PT Kayan Putra dengan karyawannya Minarsih dan Hengky. �Kami menerima kesepakatan ini, pada dasarnya kami ingin menempuh upaya damai,� papar Minarsih. (pwt)
Referensi :
http://www.dprdkutaikartanegara.go.id/bacawarta.php?id=436
Langganan:
Postingan (Atom)